Milih Siapa

 Selepas salat dan akan melaksanakan ngaji, dua anak sambil memakai sepatu tiba-tiba bertanya, “Bu Tari milih siapa,” saya tidak menduga mereka akan bertanya terkait itu, akan tetapi peristiwa kampanye saat ini memang berbeda dengan sebelumnya, dan mereka sudah pasti akan bertanya hal yang sama kepada guru yang lain.

Di SD, akhir tahun kemarin, mulai dari kelas atas (4,5 dan 6) mereka sudah sibuk ingin tahu para guru di sekolahnya kelak akan memilih paslon nomor berapa. Beberapa kelas mulai berdiskusi dan memiliki gagasan politik sendiri-sendiri. Ada satu kelas yang sepakat dengan satu suara, tapi juga banyak di antara mereka yang memiliki suara lain. Minggu ini kelas mereka (semua atau pun tidak) memilih paslon no sekian, setelah mendapat informasi baru, minggu berikutnya mereka mulai bimbang dan memihak paslon lainnya. Peristiwa itu sama persis bagaimana media mengabarkan, jika memanas, keingintahuan mereka semakin kuat. Jika melandai (sepertinya tidak) mereka sekejap melupakan hal itu.

Semua itu tidak ada bedanya dengan kita, orang-orang dewasa yang diam-diam juga merasakan keingintahuan kabar dan informasi yang akan terjadi selanjutnya.

Anak-anak SD yang kita amati bersama, mereka memang bermodal hp dan lingkungan untuk menguatkan gagasan. Guyonan mereka juga tidak kalah bedanya dengan orang-orang dewasa. Akan tetapi, beberapa anak yang saya temui justru serius mencari akar keingintahuan tersebut. Mereka membaca buku-buku sejarah tentang peristiwa yang sudah berlalu, mereka tidak lagi bertanya tentang peristiwa akhir-akhir ini, yang dulu-dulu mulai mereka bahas dan ditanyakan saat jam pelajaran. Serius amat serius.

Infomasi yang mereka dapat dari lingkungan maupun dari media, tidak semuanya akan mereka tanyakan kepada orang tua dan keluarga sekitar. Sebagian mereka memilih bertanya di sekolah untuk mengetahui lebih lanjut. Sekedar bertanya atau yang memang benar-benar mereka ingin tahu. Mereka hanya akan percaya guru di sekolahnya jauh lebih bijak menjawabnya.

Akan tetapi sadar atau pun tidak, banyak dari kalangan orang-orang dewasa menganggap semua itu hanya celoteh anak-anak saja, yang dijawab juga dengan bercanda. Tidak banyak juga yang lari dari pertanyaan-pertanyaan sulit tentang Indonesia masa kelam. Seperti tabu dan pantangan jika diketahui anak, seperti belum saatnya mereka mengetahui semuanya.

Tidak ubahnya saat saya berada di bangku SD yang diingat hanya nama-nama itu-itu saja. Dan memihak apa yang dipilih oleh keluarga. Tidak mendalam juga tidak mengerti urusan negara. Ketika di rumah, Ibu dan Bapak juga sering bercerita tentang politik zaman mereka masih kecil. Ingatan-ingatan itu seperti kuat, menggambarkan bagaimana dunia politik kala itu. Ibu Bapak yang masih anak-anak tidak hanya teredukasi melalui bendera-bendera partai. Kepemimpinan orang-orang besar begitu terasa bagi rakyat biasa. Ketakutan, ketundukan, dan kejayaan rakyat mereka rasakan melalui para pemimpin negara. Cerita itu seperti terekam jelas, dan saya menikmatinya.

Tidak hanya anak SD saja yang kini menjadi simpati terhadap isu-isu saat ini. Mereka yang masih kecil pun terkesima dengan slogan dan daya tarik dari setiap paslon. Mungkin kelak mereka akan mengingat memori-memori ini, bagaimana mereka mencari data akurat atau pun tidak, kegentingan pilpres selalu menjadikan beberapa orang bingung, sebagian memihak, netral, tidak lebih saling menyerang.

Anak-anak itu sudah paham bagaimana istilah memihak, tidak ubahnya membela dan memiliki gagasan sendiri untuk mempertahankan. Bedanya mereka tetap berkawan baik dengan teman yang berbeda pilihan. Tidak bertengkar dalam urusan ini, entah soal suara mereka yang belum terhitung, atau memang mereka masih di kalangan anak-anak. Akan tetapi, semua ini seharusnya memang menjadikan kita sadar. Bagaimana menjadi bijak, bagaimana menjadi redam tidak memanas, bagaimana menjadi penengah dan bagaimana rasa ingin belajar terus tumbuh dalam diri kita sendiri.

Dan di detik terakhir kampanye, tidak ubahnya seperti anak-anak kelas atas, saya ditanya ulang mereka seperti betul-betul ingin memastikan “Bu Tari milih siapa,” tanya perwakilan kelas bawah menanyakan hal serupa.

 

Mejayan, 13 Februari 2024

Posting Komentar

0 Komentar