sumber:pinterest
Selepas asar Pak Hari menanyakan
keberadaan Saikun kepada Pak RT. Sejak tadi saikun memang meminta izin ke kota
untuk mengambil takjil pesanan Pak RT. Tapi sampai sore ini Saikun belum juga
menampakkan diri di masjid.
“Pesen apa sih Te.”
“Tunggu
saja. Nanti juga tahu sendiri, pokoknya di desa ini gak ada yang jualan.”
Maghrib, kiranya Saikun sudah sampai.
Ternyata tebakan Pak hari salah. Saikun memang diminta untuk mengambil pesanan
takjil Pak RT. Selain mendapat jatah giliran Pak RT juga ingin mengadakan
syukuran, diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun termasuk juga Saikun. Ahhhhhh
RT ini memang suka begitu.
Menjelang isya Saikun belum juga
hadir. Pak Hari curiga, kota mana yang sedang dituju Saikun. Ia hendak menanyakan
kembali ternyata Pak RT juga tidak kelihatan. Tiba pelaksanaan salah isya
dan tarawih, belum ada tanda-tanda kedatangan Saikun, mungkin saja Pak RT
ikutan ke kota.
Pak Hari menggantikan Saikun sebagai
bilal salat tarawih, di belakang ibu-ibu mulai bertanya-tanya tentang
keberadaan Saikun. Begitu pula dengan Pak Tri.
“Tarawih kok libur.” Cibir Pak Tri
tiba-tiba selepas salat tarawih bubaran.
“Maksudnya?” Tanya Pak Hari masih
tidak paham dengan pernyataan Pak Tri.
“Ya, anakmu itu. Kelihatannya sok alim
tapi kok tarawihnya libur, ya rugi dong.”
“Si Saikun?”
“Ya siapa lagi kalo bukan anak buahnya
Mbah Lurah.”
“La terus urusannya sama Pak Tri apa?”
“Dia kan sudah jadi marbut. Ya yang
konsiten dong jaga masjidnya, kalau gak sanggup diganti saja. Banyak juga
pemuda di sini yang bisa azan.”
“Lo, memangnya kalo Saikun gak tarawih
harus ganti marbut? Tadi dia sudah pamit saya kalo mau ambil pesanan takjilnya
Pak RT di kota. Jadi ya wajar kalo belum pulang.”
“Ya sama saja rugi.”
“Apanya yang rugi? Pahala tarawihnya?”
Pak Tri menjawab sekenanya saja,
mungkin memang salah jika berbicara soal Saikun kepada Pak Hari. Tapi hanya Pak
Harilah yang bisa memutuskan untuk mengganti peran Saikun di desa itu. Sebelum
Pak Hari ceramah lebih panjang lagi,
Pak Tri lebih dulu bergerak
meninggalkan masjid. Tiba-tiba saja, ketika Pak Man lewat di depan warung dekat
Masjid, Mbah Lurah berseru ‘Hayya Alash Shalah’ hingga dua
kali. Mbah Lurah mengembuskan asap rokoknya ke udara, tidak melihat ke arah Pak
Tri yang berhenti dan memperhatikannya. Pak Tri bergidik dengan
kesal dan berlalu begitu saja.
#seriramadan4
0 Komentar