Sukidi, Rasa Senang Ketika Tiada Penumpang





        Sejak pagi tadi jam 06.45 WIB. Berbagai macam gambar rautan wajah penuh asa telah memenuhi tampilan story di salah satu media sosial. Mereka semua sama ikut menuai rasa terima kasih kepada pahlawan keluarganya. Setiap kerut wajah di berbagai gambar, mempunyai cerita tersendiri yang menjadi saksi ketika senyum mereka rekahkan setelah itu.
     Sepertihalnya Sukidi, Laki-laki berusia 67 itu masih tampak mengulas senyum ketika langit semakin ambigu dalam menjelaskan cuaca di siang hari. Tangan kanannya memegang topi usang yang dikenakannya di lutut kanan yang berlipat juga tutur kata lembutnya yang menandakan laki-laki ini tampak bijaksana dalam mengambil segala keputusan.
         Sukidi adalah seorang tukang becak yang biasanya berpangkalan di daerah Delanggu Klaten. Usia yang semakin renta tidak membuatnya berkeluh kesah pada pekerjaannya, profesi yang ia tekuni selama dua tahun itu justru membuat Sukidi lebih bisa memaknai hidup. “kalo ditanya keluh kesah, saya rasa nggak ada” ucapnya dengan sedikit tertawa. Sukidi menganggap jika pekerjaannya ini tidaklah menjadi beban bagi kehidupannya, pekerjaan yang biasanya tarif perorang hanya Rp10.000-Rp15.000 bahkan ia merasa sangat senang jika dalam sehari, dua hari atau bahkan berhari-hari ia tidak mendapat penumpang, karena yang di cari Sukidi bukanlah seberapa banyak materi yang ia dapat, melainkan seberapa banyak ia dapat mensyukuri nikmat dan mengambil hikmah dalam setiap keadaan. “Melakukan segala sesuatu itu modalnya senang, kayak narik becak ini modalnya hanya senang. Kalo dibuat susah nanti malah dibadan nggak sehat, badan cepat rusak juga. kalo capek tingal minum jamu sepuh hari sekali kalo nggak lima belas hari sekali” tambahnya lagi dengan memasang topi di rambut tipisnya.




foto : Suasana pangkalan becak di depan pasar Delanggu

Bapak dari lima anak ini, mulai berangkat narik becak pada pukul 07.00 pagi hingga jam 14.00 siang. Setiap harinya Sukidi harus mengayuh sepeda beroda tiga dengan jarak lima kilo dari desa Prabon hingga di pangkalannya. Profesi yang dijalaninya sekarang telah berlangsung selama dua tahun. Sebelumnya Sukidi menggeluti dunia pengrajinan gapit wayang sejak tahun 1981 hingga tahun 2016. Pekerjaan itu terpaksa ia hentikan karena berkendala pada bahan yang susah didapat juga harga bahan yang semakin mahal. Akhirnya Sukidi memilih berpindah profesi sebagai tukang becak. Sukidi menilai penghasilan menarik becak jika bersih mencapai 30.000 juga mendapat untung badan sehat, tapi kalo  penghasilan pengrajin gapit wayang untuk jaman sekarang hanya 50.000 masih belum bersih. 
“Bedanya pekerjaan dulu sama pekerjaan sekarang itu dilihat dari sehat tidaknya, karena kalo membuat gapit wayang itukan hanya duduk saja hingga di badan malah pegel semua tapi kalo narik becak badan itu gerak semua jadi malah sehat” lagi-lagi Sukidi membahasnya tentang kesehatan, usia yang lebih dari setengah abad itu memang yang diperlukan hanyalah kesehatan agar dapat menikmati seluruh ciptaan Tuhan Maha Kuasa.
Sukidi merasa nyaman dengan pekerjaannya sekarang. Kerukunan sesama tukang becak membuatnya menepis rasa persaingan dan iri. Sukidi juga tidak merasa keberatan jika penumpang tidak pernah memilih becaknya bahkan lebih memilih becak motor, Sukidi hanya bisa menghadapinya dengan senang hati dan menjalani apa adanya. Keikhlasan merupakan prinsip utama Sukidi, karena menurut Sukidi ketika kita akan melakukan pekerjaan bijaksanalah dalam menghadapinya, ikhlas itu salah satu kunci dari bijaksana.

Posting Komentar

0 Komentar