KARTASURA - Wawancara dengan Mohammad Azam,
S.Ag. Beliau ini merupakan ustad di
salah satu lembaga pesantren di Kartasuro, Ustad yang sudah menghafal 21 kitab banyak
bercerita tentang pengalaman kepesantrenan juga dalam menyikapi suatu masalah
yang terkait dengan aliran-aliran di Nusantara. Penulis buku Pemikian sunni Syi’ah
dan Pemikiran Ulama Nusantara, juga berpendapat tentang sikap anak muda jaman
sekarang yang kebanyakan masih suka ikut-ikutan dalam menyikapi sesuatu kasus.
“Anak muda itu harus
banyak-banyak membaca buku biar bisa berkembang dan dapat mengelola suatu
masalah dengan baik, tidak hanya ikut-ikutan sana sini dan memihak pada suatu
pihak yang tidak jelas” ungkap pengkaji kitab ini.
Lalu bagaimana
pendapatnya tentang pembakaran bendera di Garut oleh Banser? Berikut wawancara
Puji Lestari dengan Mohammad Azam pada 23 Oktober 2018 di Pon Pes Al Fattah
Kartasuro.
Ustad
Azam, Anda merupakan penulis buku tentang pemikiran islam, lalu pendapat anda
tentang penistaan agama itu bagaimana?
Setiap orang itu bebas
memahami dari segi apapun, tapi kadang itu nggak sama hal yang bebas tergantung
keadaan dan situasi. Orang yang memahami teks, Qur’an, hadis itu bebas yang
penting orang itu punya kapasitas dan kemampuan dalam memahami teks. Tapi untuk masalah agama
itu tidak ada paksaan. Seperti contoh orang memilih agama islam, berarti ia
yakin bahwa agama yang di pilih ini adalah agama yang benar. Sedangkan orang
yang memilih agama Nasrani berarti mereka juga berkeyakinan jika agama yang ia
pilih itu benar. Jika mereka sudah memilih salah satu agama yang mereka
yakini berarti mereka tidak boleh
melecehkan agama yang lain.
Lalu
jika di kaitkan dengan Al-Qura’an?
Al-Qur’an itu gampangannya teks mati, jadi
tergantung orang yang membaca. Al-qur’an itu tunduk dengan orang yang membaca
tunduk, tunduk bagaimana orang yang menafsirkan. Contohnya seperti ini Islam
Nusantara dengan Islam Arab itukan sama-sama islam tapi bedanya ketika mereka
menerapkan teks hadis atau teks Al-Qur’an itu yang berbeda.
Terus
dengan trending topik tentang pembakaran bendera lafad tauhid oleh banser itu
bagaimana? kemarin itukan banyak masyarakat yang berontak
Banser itu menduga jika
bendera rauhid itu milik orang HTI atau FPI, kemungkinan banser itu orang NU
namun dalam memahami agama lebih sempit karena membakar bendera yang bertulisan
La Ilaha ilallah. Sebenarnyakan mau orang itu bermerek apapun berideologi apaun
itukan tidak bermasalah karena itu pemahaman, tapi jika orang itu melakukan
hal-hal yang bodoh membakar bendera La Ilaha Ilallah bahkan belum diketahui itu
bendera milik siapa. Berbeda dengan orang-orang HTI FPI itukan mempunyai
pandangan yang berbeda.
Lalu
apa yang dituju oleh FPI HTI dan sebagainya?
Merekakan punya
pandangan akan mendirikan khilafah, namun sebenarnya bukan khilafahnya yang
dituju namun kekuasaannya. Kalo urusannya sudah seperti itu bermasalah, karena
mereka politik dalam keagamaan membawa nama-nama agama, syariat agama diartikan
sebagai tujuan. Jika pengertian itu masih diterapkan berarti semua orang dalam memahami apapun harus
sama karena tujuan bukan jalan.
Kira-kira banser melakukan tindakan
seperti itu alasannya kenapa?
Kalau
menurut pandangan saya, banser itu mengira jika bendera itu milik HTI.
Terus dengan pembakaran Ayat Suci
Al-Qur’an itu sama apa tidak?
Sama saja namun pembakaran ayat suci Al-Qur’an
itu tinggal alasannya, jika Al-Qur’an atau kitab sudah rusak itu dibakar tidak
apa-apa namun harus pada tempat yang suci.
Yang membawa bendera lafad tauhid
itu apakah yang melakukan termasuk Ormas?
Ya
iya itu termasuk ormas
Jadi itu belum diketahui alasan
mengapa banser membakar bendera?
Belum,
dikiranya itu bendera milik HTI atau FPI
Bagaimana masukan Ustad buat anak-anak
muda terkait dengan fenomena ini?
Orang
itu seharusnya punya pandangan masing-masing. Apalagi anak muda kalo katanya
sayyidina Ali itu “ yang dikatakan pemuda itu bukan dekat dengan orang lain
tapi orang pemuda itu orang yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab itu luas
dalam segi apapun. Sedangkan orang muda itu merupakan pewaris orang terdahulu
supaya dapat berkembang, jadinya orang
muda itu harus dibekali oleh pengetahuan apapun. Buya Hamka berpendapat “
ketika saya mengkhatamkan 500 buku 1000 buku pemahaman saya masih sulit,
setelah saya menghatamkan 5000 buku pemahaman saya netral. Artinya itu apa? Orang memahami dalam bentuk
apapun mestinya jika pemahaman dia itu kut mau bicara tentang apapun pasti
orang tersebut bisa menyaring mana yang tepat dan tidak. Dan menurut Imam
Ghazali itu, orang jika shalatnya benar maka jauh dari kesalahan. Jadi intinya
itu satu banyaklah membaca apalagi membaca itu penting bagi kaum muda untuk
tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak jelas sumbernya. Jika orang
suka ikut-ikutan orang itu tidak bisa mandiri, gak potensi tentang kemandirian
jika itu benar maka nggak papa jika nggak jelas ngapain harus diikuti demo-demo
nggak jelas.
3 Komentar
Joossss tenan ki isine
BalasHapuskok tulari
Hapusterbaaeekkk bu nyai
BalasHapus