Alkamdulillah Katanya

Siang hari yang panasnya diperkirakan berada di 36 O C namun terasa 38 o C. Detailnya kelembapan mencapai 33% titik embun 17 o C. Panas tidak bisa dipungkiri kembali mungkin hampir membakar sebagian tubuh. Dari arah depan sudah tampak gagah gapura yang menghiasi salah satu tempat klasik di daerah Solo. Siang hari, namun berhasil menghantarkan suasana sunyi. Dua orang tua paruh baya tersenyum hormat kepada para tamu, begitu pula laki-laki berbadan tegap dengan blangkon yang melilit dikepalanya serta iringan nada-nada jawa di dengarkannya.

Museum Radyapustaka Surakarta, disini para lelaki tua itu berada menghabiskan sisa hidupnya untuk menjaga kebudayaan di kota Surakarta. Usia renta yang tak dipikirkan kembali, kesehatan yang tak maksimal lagi namun beliau masih tetap bisa tersenyum dan ikut menjaga kebudayaan dari kota Surakarta. “ Baru 40 tahun mbak saya menjaga museum ini” ungkap laki-laki tua itu dengan tersenyum ringan. Mbah Bagio begitu orang-orang memanggilnya, kemungkinan arti dari Bagio yaitu Bahagia sehingga tak ada satu katapun keluh kesah keluar dari ucapannya.  Meskipun pendengarannya mulai menurun, jalannya tak lagi tegak tapi sopan santunnya sungguh sangat menghormati pengunjung.



 Agus Indra, Laki-laki paruh baya yang kepalanya berlilit blangkon itu menyapa ramah kepada pengunjung,dan memberikan brosur sekilas tentang museum Radyapustaka. Dari luar sangat terlihat menarik untuk mencoba masuk kedalam museum. Ketika melangkahkan kaki menuju dalam museum pasti akan langsung mengetahui patung KRA Sosrodiningrat IV, beliau merupakan pepatih dalem keraton Surakarta. Museum yang memiliki nama Radyapustaka mempunyai arti perpustakaan keraton atau perpustakaan negara gabungan dari kata radya yang berarti keraton dan pustaka yang berarti perpustakaan, perpustakaan ini banyak menyimpan manuskrip-manuskrip pada jaman dulu juga dapat ditemukan buku-buku sejarah klasik, seni, budaya maupun sejarah kontemporer . Dalam  museum ini koleksi Masterpiece terpajang rapi, berbagai macam wayang, patung, hiasan, tombak, gamelan, arca batu juga peninggalan yang lain dirawat dengan baik dan dijaganya.

Disudut ruangan terdapat ruang khusus yang bertuliskan Ruang Memorial Kantor KG Panembahan Hadiwidjaja. Tempatnya terlihat begitu klasik, suasanya dibuat sedemikian rupa sakralnya dan terdapat rantai memanjang yang menandakan tempat ini memang di khususkan dan tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang. “Ruangan itu masih disakralkan sehingga tidak boleh sembarangan orang yang dapat masuk di tempat itu” terang Agus kembali. Bukan hanya tempatnya dan suasananya yang di amankan, namun juga ada seni miniatur yang berbentuk makam bangsawan Imogiri, Panggung Sanggabuwana, Masid Demak dan lain sebagainya.



“Museum Radyapustaka ini merupakan museum tertua di Indonesia kira-kira usinya mencapai lebih dari satu abad, karna pada awalnya museum ini milik keraton hingga pada tahun 2017 baru saja di pindahkan pada pemerintah kota Surakarta. Pelayanan biasanya pak Totok yang menghadapi,yang membaca manuskrip di perpus tadi lo mbak” ungkapnya dengan menunjuk arah perpus yang kebetulan berada di dalam.


Peninggalan jaman dahulu memang begitu unik, guna manusia saat ini hanya bertugas untuk menjaganya saja. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mbah Bagio dan rekannya, sikap dari mbah Bagio ini menunjukkan bahwa budaya yang kita miliki ini memang harus dijaga dan dilestarikan. Mbah Bagio rela mengayuh sepeda bututnya dari rumah yang berada di daerah Makam Haji hingga menuju Museum Radyapustaka Surakarta. Hal seperti sudah di lakukan Mbah Bagio sejak taun delapan puluhan sejak istrinya masih ada hingga tiada, sejak ia menjadi perjaka hingga menjadi kakek tua becucu empat. “Sejak di Sriwedari saya sudah mulai ikut menjaga sampai pindah disini dan punya anak empat punya cucu empat, Alkamdulillah” seringainya dengan wajah kebahagiaan ucapan itu yang membuat Mbah Bagio sangat optimis dan tetap semangat ikut dalam menjaga kebudayaan. Mbah Bagio di museum ini menjadi penjaga ia tidak menunjukkan rasa bosan rasa keluh kesahnya kepada orang-orang disekitarnya, namun yang ia tunjukkan adalah kesetiaan dan rasa cinta kepada kebudayaan itu yang paling penting bagi mbah Bagio.

Posting Komentar

0 Komentar